“Mas, saya minta Mas tidak keberatan untuk
menikah lagi.” Ujar Sri tiba-tiba pada suaminya, di suatu senja, di teras rumah
meraka.
“Maksudmu apa Sri? Mas
bisa menerima semua kekuranganmu. Meski setelah tujuh tahun kita
menikah kau belum juga melahirkan seorang anak pun untuk ku. Mas mencintaimu
Sri, tidak mungkin menduakanmu.” Simbat suaminya penuh bijak. Sri
diam. Wajahnya tampak murung.
“Tapi Mas, kita tidak
bisa terus begini. Aku tidak sanggup kalau harus hidup tanpa kehadiran buah
hati. Atau, Mas ceraikan saja aku. Sungguh, demi kebahagian kita aku rela Mas.”
Suami Sri menarik nafas panjang. Berat terdengar.
“Sri, Mas juga merasa
begitu. Sepi. Tapi baiknya kita tetap harus bersabar. Kita tetap harus
berusaha. Ketidaksuburan rahimmu bukan berarti tak bisa membuat kita bahagia.”
Masih dengan nada bijak suaminya menimpali. Sri mendengus setengah kesal. Tapi
suaminya tak memperhatikan itu.
Masalahnya Mas, yang
tidak subur itu kamu, bukan aku. Dalam perutku ini sudah tumbuh calon bayi
Paijo tukang kebun kita! Gerutu Sri dalam diamnya.
* * *
*Disclaimer: postingan ini dipublish ulang karena email posting lama tidak aktif lagi.
Komentar
Posting Komentar
Silakan berkomentar dengan baik dan bijak. Terima kasih sudah mampir dan meninggalkan jejak 🤗