Banyak orang sangat bersuka cita dengan kehadiran jalan tol. Termasuk saya salah satunya. Bagaimana tidak? Jarak tempuh Palembang ke Lampung, bisa ditempuh hanya dengan empat jam perjalanan saja! Sementara jika tidak melewati tol, bisa mencapai lebih dari 10 jam perjalanan. Inilah kesan dan pesan saya setelah melakukan perjalanan pertama tol Palembang Lampung.
Kami masuk gerbang tol Kramasan Palembang pukul 07.33 menit. Terus terang beberapa hal sempat membuat saya gugup. Misalnya saja ketika hendak membuka gerbang tol dengan menempelkan kartu khusus. Deg-degan kalau palang tol tidak mau terbuka dan bikin macet panjang. Ha ha ha.
Sebenarnya ini bukan kali pertama saya melewati tol. Pernah sekali menggunakan tol Palembang Indralaya. Tapi untuk ke Lampung, baru kali ini. Beruntung bayangan buruk pintu tol tak mau terbuka, tidak terjadi 😆 Driver menempelkan kartu di mesin scan, dan tara... palang terbuka, mobil pun melaju.
Kami menggunakan mobil Xenia, dengan enam orang penumpang (dua orang anak) plus satu Driver. Bertujuan ke Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, Kalianda, Lampung Selatan. Bukan untuk wisata ya 🤠Sebenarnya dari pihak pondok tidak boleh mengunjungi. Tapi dasarnya emak-emak yang baru pertama kali memondokkan anak, rasa ingin bertemu seakan tak terbendung.
Kami empat wali santri baru, dan saya satu-satunya yang belum pernah mengunjungi anak. Memang saya bertekad untuk tidak menjenguknya. Dia juga tidak meminta ke sana. Dua kali menelpon sejak menanti tes masuk Gontor, dan tak ada keluhan kecuali hal-hal kecil seperti: sibuk. Tampaknya ia mampu mengatasi keadaan. Saya percaya itu. Toh, dia tidak sendiri. Ada Ustaz dan teman seperjuangan yang sama seperti dirinya.
Namun akhirnya saya memutuskan untuk mengunjunginya kali itu. Ingin memastikan keadaan dirinya di sana. Saya tidak ingin dia merasa berbeda dari teman yang lain yang sudah dikunjungi oleh orang tuanya. Pasti ada rasa sedih setiap kali melihat orang tua temannya datang, membawakan makanan, bercengkrama, sementara dia tidak.
Bermodal nekat dengan membawa uang seadanya dan tengah hamil empat bulan, akhirnya saya memutuskan untuk ke sana. Bagaimanapun keinginan bertemu dan memeluk putra sulung saya terselip di dalam hati.
Awalnya saya bermaksud tidur di mobil. Karena malam sebelum keberangkatan, saya baru bisa memejamkan mata sekitar pukul dua dini hari. Tapi tak sesuai keinginan, sepanjang perjalanan kami malah sibuk bercerita dan bercanda. Termasuk dengan driver. Sempat mampir juga di rest area tol Palembang Lampung.
Sebenarnya tujuan saya memang menghindari suasana sunyi di dalam mobil. Khawatir sopir mengantuk. Ia memacu mobil dengan kecepatan luar biasa! Saya merasa waspada sepanjang perjalanan. 150km/jam! Wow! Berisiko sekali. Adrenalin terpacu sedemikian rupa. Saya bahkan tak sempat berpikiran buruk, hanya terus berdoa dan berusaha menikmati perjalanan.
Beberapa kali teman saya membuka jendela bagian depan, terdengar suara angin begitu bising. Menandakan bahwa laju kendaraan yang terlalu cepat. Meski sambil bercanda, mungkin teman saya itu bermaksud supaya sopir bisa mengurangi kecepatan.
Dengan kecepatan lebih dari 100km/jam, jika mobil di depan mendadak berhenti, atau salah satu ban kami pecah, tentu hal buruk tak dapat terelakkan. Mobil akan menabrak atau terbalik karena keseimbangan terganggu. Bersyukur sekali hal ini tidak terjadi. Tapi saya sangat tidak menyarankan memacu kendaraan sengebut ini di jalanan, bahkan di tol sekalipun.
Perjalanan lancar. Beberapa kali kami melihat kendaraan terbalik di sisi kiri tol. Kebanyakan truk. Mungkin sopir mengantuk atau mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Apapun itu, saya selalu berdoa agar diberi keselamatan dalam perjalanan tersebut.
Sampai di gerbang tol Palembang Kayuagung, sopir kembalinmenempelkan kartu ke mesin scan. Di sini saldo kartu terpotong Rp.50.000,-. Menurut keterangan teman saya yang sebelumnya pernah membawa mobil sendiri, masuk pintu tol tidak bayar. Menempelkan kartu hanya untuk akses membuka, dan membayar ketika scan kartu ke luar gerbang. Seperti yang kami alami kali ini, di tol Kramasan saldo tidak terpotong. Hanya akses membuka palang masuk saja. Saat di ujung, baru bayar.
Perjalanan berlanjut. Ketakutan saya kemudian terjadi ketika hendak ke luar dari tol Kalianda. Saldo di kartu tidak berkurang. Petugas mulai sibuk memeriksa ini dan itu. Anehnya, ketika memeriksa riwayat pemakaian kartu, penggunaan hari itu belum terdata. Padahal sudah di ujung, tapi kami harus terhambat.
Beruntungnya tidak banyak mobil lain, sehingga kemacetan tidak terjadi. Solusi yang ditempuh akhirnya adalah dengan membayar biaya tol secara cash. Mau tak mau harus demikian, karena kartu tidak bisa diakses. Kami membayar sebesar Rp.261.000,-. Jadi total biaya tol menuju Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, Kalianda adalah Rp. 311.000,-.
Hampir 30 menit kami tertahan di gerbang ke luar. Selepasnya, sekitar 15 menit kami meniti jalan pedesaan beraspal, namun banyak lobang dan berukuran sempit. Agak sulit jika berpapasan dengan mobil lain.
Oh iya, pulang dan pergi kami sempat satu kali mampir di Rest Area. Kalau tidak salah sudah masuk area Lampung. Di perjalanan pulang, saya merasa makin tidak nyaman. Karena jalan tol yang dilewati, di area tol Kayuagung Palembang, jalannya tidak mulus. Banyak gelombang dan seperti bekas tambalan jalan berlubang. Saya bahkan harus memegangi perut dengan kedua tangan untuk mengurangi goncangannya.
Kesimpulan
Hadirnya Tol Palembang Lampung, sangat memudahkan akses ke Lampung maupun sebaliknya ke Palembang. Akan tetapi, sangat tidak disarankan memacu kendaraan di atas kecepatan 100km/jam. Sangat berisiko.
Perhatikan arah atau petunjuk jalan. Karena salah masuk gerbang tol artinya salah arah. Dan akan repot untuk putar balik. Apa lagi memundurkan kendaraan. Sangat berbahaya.
Persiapkan uang cash untuk membayar tol. Karena kejadian seperti kartu tidak ter-scan bisa terjadi.
Sangat disarankan beristirahat di Rest Area yang disediakan, untuk mengecek 'kesehatan' mobil. Termasuk kebutuhan untuk shalat, buang air, makan, minum, atau rebahan sekadar meluruskan pinggang, bahkan tidur pun boleh sekali. Rest Area termasuk lengkap juga, ada SPBU, bengkel, kantin bahkan WC yang bersih dan masjid yang nyaman.
Tol arah Kayuagung Palembang jalannya tidak mulus. Banyak gelombang dan bekas tambalan tak rata. Harap berhati-hati dan memperlambat laju kendaraan. Apa lagi jika berkendara di malam hari.
Jika bepergian dalam keadaan hamil seperti saya, ada baiknya menggunakan korset khusus ibu hamil agar perut terasa lebih nyaman dari goncangan.
INGAT! TETAP UTAMAKAN KESELAMATAN!
Nah, buat kalian yang mau membaca tentang perjalanan lain yang lebih seru, cek di blog Kak Aisyah ya.
Jadi rindu banget jalan melalui jalan tol. Udah lama belum melewati jalan tol lagi. Dan semoga aja bisa mampir ke Palembang sekalian
BalasHapusAduuhhh.. Mbak.. Aku dagdigdug bacanya..sama ngilu perut aku. Apalagi ngebayangin lgi hamidun lewatin jalan yg gak mulus itu kebayang goncang2 sidedek. Semoga sehat SMP hari H ya mbak. Walaupun perjalanan yg lumayan menguras energi tapi terbayar semuanya ya mbak.Alhamdulillah 🤲🤲😇😇
BalasHapusWah lumayan juga ya Kak biaya karcis tolnya sampai di atas 300K tapi kalau dilihat dari waktu yang bisa dihemat bahkan sampai 6 jam sih worth it. Lain kali kalau mudik ke Lampung, mau cobain ah ke Palembang lewat tol juga
BalasHapusSekarang udah banyak ya jalan tol, sehingga bisa cepat sampai, mobil juga harus disiapkan secara maximal kalau lewat jalan tol , takut mogok di jalan.
BalasHapusKorset ternyata bergungsi menahan goncangan disaat Kita hamil ya kak, noted trims infonya kak
BalasHapusWah mantap Palembang-lampung bisa jalan tol sekarang dan biayanya juga terjangkau.. kala pandemik begini memang aman kalau liburan naik mobil sendiri
BalasHapusAku paling senang jalan jalan bahkan perjalanan ke Tol saja tak masalah kok, hihihi.
BalasHapus