Padang, bersama Mbak Azzura Dayana (jilbab biru) |
"Kamu masih FLP ya? Perasaan dulu lama gak aktif. Kok bisa balik lagi ke FLP?" dan bla... bla... bla....
Iya, saya masih FLP. Sempat vakum, karena kondisi kehidupan pribadi saya. Tapi, cinta tetaplah cinta. Nyatanya tidak luntur dan masih dengan rasa yang sama; bahagia dan menyenangkan. Mau tahu kenapa? Baca terus sampai tuntas tulisan ini.
Berikut lima alasan mendasar, mengapa saya bisa mencintai FLP:
Forum lingkar Pena, sebuah organisasi kepenulisan yang mendidik setiap anggotanya dari titik nol. Saya buktinya. Saat bergabung di FLP, saya benar-benar tidak mengerti bagaimana menulis itu. Setelah bergabung, saya mengikuti kelas menulis wajib bagi calon anggota resmi. KCM (Klub Cinta Menulis) namanya.
Dalam kelas ini, diberikan materi tentang ke-FLPan. Sejarah dan landasan berdirinya, tujuan dan hak serta kewajiban bagi setiap anggotanya. Ada juga materi menulis cerpen, puisi, artikel dan lain sebagainya. Bukan sekedar materi, setiap peserta diwajibkan untuk menyerahkan tugas berupa tulisan, sesuai dengan materi yang diberikan. Tugas yang siap dibantai untuk perbaikan. Organisasi ini benar-benar mengajarkan saya bagaimana cara berorganisasi sesungguhnya. Belajar administrasi, mengajukan proposal untuk kegiatan, sekaligus audiensi. Belajar ilmu hubungan masyarakat (baca; promosi), dan lain sebagainya.
Ada bedah karya, ada pembahasan buku-buku yang dilakukan rutin, sebagai sarana untuk terus mengasah kemampuan menulis. Sejak pertama kali bergabung, hingga kini telah melahirkan beberapa buku antologi, 2 ebook novel, maupun tulisan yang diterbitkan di surat kabar, semua karena saya lahir, besar dan dididik oleh FLP. Forum Lingkar Pena, ibarat ibu bagi kemampuan dan karir menulis saya. Lalu bagaimana saya tak cinta?
Tak kan lekang cinta, pada ibu yang mengandung, membesarkan dan mendidik saya: FLP
2. FLP adalah keluarga
Bersama Mas Boim lebon |
3. FLP adalah dunia baru
Sebelum bertemu FLP, saya merasa tidak memiliki kelebihan apa-apa. Hanya buih yang ikut meramaikan suasana di mana saja saya berada. Namun ketika bersama FLP, saya seakan menemukan diri sendiri. Seperti melihat dunia lain, yang apabila berada didalamnya, saya temukan kebebasan dan kesenangan.
Ya, itulah dunia menulis. Dengan menulis saya merasa lebih hidup. Semua perasaan dapat diluapkan. Terasa makin menarik, ketika ideologi FLP membuat saya menuliskan perasaan benci sekali pun, dalam bentuk keindahan. Menjadi sebuah karya yang mewakili perasaan sekaligus memberikan kebaikan bagi yang membaca. Sebab, di dalam FLP, ada semacam filter diri yang secara otomatis tertanam dalam hati, bahwa: menulislah yang baik-baik, menulislah yang bermanfaat.
Itulah mengapa saya begitu cinta pada FLP, ada dunia yang dengannya saya mampu bertahan di dunia nyata--menulis--membuat saya paham bahwa ini yang saya butuhkan.
Tahun 2008 saya pernah menjabat sebagai sekretaris FLP Sumsel. Tak perlu ditanya bagaimana perjuangan kami para pengurus kala itu. Demi untuk mengkader lahirnya penulis-penulis berlandaskan nilai luhur Islam, kami tak pernah mengenal kata menyerah. Bismillah! Hanya terus maju dan berusaha merupakan pilihan.
Beberapa tahun berkecimpung didalamnya, susah, senang, tawa dan tangis turut saya rasakan bersama dengan teman-teman seperjuangan waktu itu. Ada Yuk Umi Laila Sari (blogger, penulis), Mbak Azzura Dayana (penulis novel Birunya langit cinta, Rengganis, Altitude 3676, Tahta Mahameru dll.), Nurhidayati, Baiti, Ayu, Arin, Iwan Alfarizy (pengarang buku jumpalitan mencari Aisyah), Nurrahman, Rendi Fadillah, Kak Widodo, Mbak Nani, Fatria Agustina dan masih ada yang lainnya.
Kebersamaan yang menahun. Memenuhi waktu dan pikiran. Hingga ketika saya harus pergi meninggalkan FLP karena kehidupan saya yang memaksa, semuanya menyatu menjadi kenangan di dalam ingatan. Menjadi sumber kekuatan tersendiri untuk kembali suatu saat nanti. Begitu keyakinan saya.
Sebab, ketika kami mesti berjauhan. Berpisah tersebab keadaan, selalu hadir rindu nan tersimpul padu. Sementara kenangan tak lekang adanya. Lalu, bagaimana cara menuntaskannya selain bertemu? Cinta tetaplah cinta. Lengkap dengan rindu dan kenangan sebagai peneguhnya.
Bukan membicarakan tentang fasilitas yang di dapat jika menjadi anggota FLP, sebab tak perlu ditanya, mengenai fasilitas FLP memberikan banyak hak istimewa bagi anggotanya. Akan tetapi lebih kepada ikatan kekeluargaan yang ada didalamnya. Ikatan yang berlandaskan Tuhan. Menimbulkan perasaan saling meneguhkan satu sama lain.
Sebagaiman rumah pada umumnya, ada kala ia menjadi tak nyman, ada kala penghuninya bertengkar. Begitu pula dalam FLP. Silang pendapat terjadi, berusaha menemukan titik tengah. Hingga ada masanta hati masih tak terima dan kecewa. Mungkin saya dan beberapa orang lainnya pernah merasakan ini. Namun ketika pergi sementara, untuk menenangkan diri atau menghayati apa yang terjadi, tetap saja rumah sendiri tempat terbaik mengistirahatkan jiwa dan raga. Meski lama baru kembali, rumah tetaplah rumah. keluarga tetaplah keluarga. Pintunya selalu terbuka. Begitulah, satu-satunya termpat ternyaman untuk pulang: FLP.
***
*Tulisan ini dibuat dalam rangka mengikuti lomba blog dari Blogger FLP pada rangkaian Milad FLP 22Th.
#BloggerFLP
#KuotakanMauMu
Wah, anggota FLP. Keren!
BalasHapusDi awal lahirnya FLP saya masih kuliah, mbak. Cuma dengar nama saja tapi ga pernah bergabung.
Padahal di situ banyak dilahirkan penulis-penulis andal, ya.
Ah, di luar FLP juga banyak kok penulis Andal. Contohnya Mb Diah 😊 Terima kasih sudah bersedia mampir dan komen ya Mb....
Hapus