Signoftherose.org |
Defri menggeliat malas. Matanya sulit sekali terbuka. Tapi ia memaksanya. Ia ingat, semalam ia ketiduran dan belum sempat mengatakan keinginannya pada papa dan mama. Keinginan untuk berlibur hari minggu ini bersama mereka.
Bocah sembilan tahun itu beringsut menuruni tempat tidur. Ketika ia membuka pintu kamar, mbok Inem, pembantu mereka, sudah berdiri di depan pintu. Mereka sama-sama terkejut.
"Wah, tumben Den Defri sudah bangun." Ujarnya sumringah.
"Mama dan Papa ada di kamar kan Mbok?" Tanya Defri.
"Sudah pergi Den, pagi-pagi sekali". Defri menelan kecewa. Bukankah ini hari minggu, harusnya Mama dan Papa libur. Sepertinya mereka memang tidak memperdulikanku. Batin Defri.
Seminggu telah berlalu, namun tak pernah ada kebersamaan melebihi lima menit antara ia dengan mama dan papanya. Defri mengerti itu karena mama dan papa harus bekerja keras membesarkannya. Namun mereka tak pernah mengerti, bahwa Defri merindukan mereka.
Suatu ketika, Defri pulang ke rumah dengan lebam biru dibeberapa bagian mukanya. Mbok Inem sampai panik. Tapi Defri tak memperdulikannya. Ia langsung masuk dan mengunci pintu kamarnya.
Saat malam, terdengar ketukan di pintu kamar Defri. Suara mama memanggil Defri membuat Ia bersegera membukakan pintu.
"Kamu kenapa Def? Apa kamu berkelahi? Sini mama obati." Ujar mama lembut. Defri menurut. Ia beringsut mendekati mama.
"Tidak Ma, Defri kebetulan melerai teman yang berantem. Jadi kena." Jelas Defri berbohong. Sesungguhnya Defri sengaja meminta dipukul temannya. Ia ingin mencari perhatian mama dan papanya. Ia tersenyum. Ia berhasil. Ujarnya dalam hati. Senang sekali, Defri menemukan cara untuk mendapatkan pelukan dari mamanya.
Minggu-minggu berlalu dan semua tidak membaik. Pelukan itu seakan begitu mahal untuk dimiliki seorang Defri. Hingga suatu hari, Defri tak pulang ke rumah. Mama dan papanya baru pulang mendekati dini hari. Kekhawatiran melanda ketika Mbok Inem mengatakan bahwa Defri belum pulang.
Tiba-tiba dering telpon mengejutkan mereka semua. Papa Defri segera berlari ke arah telpon di meja. Syok terlihat diwajahnya. Sejurus kemudian ia menatap istrinya,
"Defri ditabrak mobil Ma, sekarang di Rumah Sakit". Mama Defri seketika menjadi lemas.
Tiba di rumah sakit, keadaan Defri terlihat mengenaskan. Hampir seluruh tubuhnya diperban. Kaki kanannya patah, kepala luka parah. Mama terisak pilu melihat keadaan Defri. Mama tak percaya Defri sengaja membiarkan dirinya ditabrak truk. Mama dan papa tak mengerti mengapa anak kesayangan mereka melakukan itu. Mama merasa bersalah. Merasa tak mengenal siapa anaknya.
Sayup. Defri mendengar ratapan Mamanya. Ia tersenyum senang. Ada Mama, akhirnya Mama memelukku. Akhirnya mama menyayangiku. Ma, sayangi Def seperti ini terus menerus. Def selalu merindukan Mama dan Papa. Ujarnya dalam diam yang semakin diam diiringi mata yang terkatup selamanya.
***
#satuharisatukaryaiidn
Pasti hanya tinggal penyesalan.
BalasHapusKarena gak ingin mengalami hal demikian, maka saya selalu berusaha menomorsatukan anak ketika bersama mereka. Hal-hal lain saya kesampingkan dulu.
Bener Mbak. Dulu saya lama gak kerja, trus memutuskan kerja saat anak sudah bisa mandiri dan semuanya bisa saya pantau dari tempat kerja. Tapi berhubung masih ada beberapa hal yang terbengkalai, akhirnya memutuskan berhenti.
HapusWoo sediihnya Mbaakk... ðŸ˜
BalasHapusMencoba mengingatkan kita, emak-emak rempong dengan bisnis, profesi maupun yang sibuk urusan rumah. Jangan sampai mengalaminya.
Hapus